KEDUDUKAN JMA SEBAGAI DALIL HUKUM TERHADAP JABATAN PUBLIK

Abstrak: Meminta jabatan atau mencalonkan diri dalam etika politik merupakan hal lumrah. Beberapa dalil seperti Ijma memberikan penjelasan secara gamblang bagaimana sesungguhnya Islammemandang sebuah jabatan yang telah menjadi simbol status sosial. Pencalonan diri dan kampanye untuk meraih jabatan politik tertentu dapat dibenarkan menurut hukum Islam bagi seseorangyang dalam dirinya terdapat dua hal. Pertama, memiliki kapasitas,kapabilitas, dan akseptabilitas yang memadai untuk mengembanjabatan yang ia mencalonkan dan mengkampanyekan dirinyauntuk menggapainya. Kedua, motivasi utamanya tentu sematamata untuk mencari keridhaan Allah dan demi merealisasikan kemaslahatan publik, bukan untuk menggapai kepentingan pribadidan atau bukan sarana untuk melakukan hal-hal yang bersifatdestruktif bagi kepentingan publik. Dengan demikian, melalui tulisan ini berharap kepada siapapun yang ingin mencalonkan dirisebagai pemimpin agar jujur dalam menilai diri sendiri, supayajabatan kepemimpinan yang diembannya menjadi kepemimpinan yang disertai oleh tangan Tuhan dalam memberikan yang terbaik bagi rakyat Metode yang digunakan dalam penelitianini dengan menggunakan Penelitian Kuantitatif (quantitativeresearch). Penelitian ini menggunakan permasalahan melalui teknik pengukuraan yang cermat terhadap varaiabel-variabeltertentu, sehingga mengasilkan simpulan-simpulan yang dapat digeneralisasikan, lepas dari konteks waktu dan situasi serta jenis data yang dikumpulkan terutama data kuantitatif. Penelitian kuantitatif banyak digunakan terutama untuk mengembangkan teori dalam suatu disiplin ilmu. Penggunaan pengkuran disertaianalisis secara statis di dalam penellitian mengimplikasikan bahwa penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Kata Kunci: Ijma’, pencalonan diri, kampanye, jabatan public
Penulis: Muhammad Ashsubli
Kode Jurnal: jphukumdd160978

Artikel Terkait :