Persepsi Bidan Praktek Mandiri terhadap Paket Persalinan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam Keberlanjutan Kerjasama menjadi Provider dalam Jejaring Dokter Keluarga di Kota Bengkulu
ABSTRAK: Kematian ibu sebagai
masalah kesehatan masyarakat global dan mendesak untuk segera ditanggulangi
melalui peluncuran program Safe Motherhood. Resolusi PBB pada cakupan kesehatan
universal (Universal Health Coverage) pada bulan desember 2012, yang menggaris
bawahi bahwa UHC merupakan resolusi yang penting dan mendesak pada semua negara
untuk mengembangkan system kesehatan dengan akses yang adil dan biaya yang
terjangkau. Hal ini merupakan salah satu program untuk menurunkan AKI dan AKB.
Berdasarkan penelitian di tiga Negara yaitu Burkina Faso, Ghana dan Tanzania
juga memiliki upaya yang kuat untuk meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan
bayi (MNH) Selain itu ketiga negara tersebut juga berjuang untuk meningkatkan
kinerja dan motivasi para provider. Di Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 59 Tahun 2014 Tentang standar pelayanan kesehatan, mewajibkan
para bidan bekerjasama dengan BPJS melalui jejaring dokter keluarga yang telah
ditunjuk untuk membuat kesepakatan sebagai salah satu tujuan pemerintah untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA).
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan
fenomenologi,. Pengambilan data dilaksanakan dengan metode wawancara mendalam
secara langsung menggunakan pedoman wawancara tidak terstruktur, dan pertanyaan
terbuka kepada para bidan praktek mandiri sebagai unit analisis. Sampel atau
informan di ambil sampai dengan saturasi tertentu atau telah mencapai kecukupan
hingga tidak ada lagi data yang perlu digali. Sebagai triangulasi yang dipilih
antara lain ketua IBI, Bidan Koordinator/verifikator dasar dan Dokter keluarga.
Hasil: Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa para bidan memiliki
persepsi yang buruk terhadap paket persalinan BPJS saat ini. Meskipun jumlah
paketnya lebih besar dari Jampersal, namun tidak semua paket bisa diklaimkan.
Penyebabnya antara lain yaitu mekanisme klaim yang dibuat perpaket, prosedur
klaimnya rumit dan proses pencairannya lama serta rendahnya tarif persalinan.
Sehingga motivasi Bidan Praktek Mandiri (BPM) didalam kerjasama dengan BPJS
saat ini relatif kurang. Fenomena yang peneliti temukan yaitu ada beberapa
bidan yang meskipun masih terikat kerjasama dengan BPJS tetapi tidak melayani
pasien persalinan dengan BPJS. Hal ini terkait dengan rumitnya prosedur paket
persalinan BPJS sehingga bidan enggan untuk mengklaim ke BPJS. Fenomena lainnya
yaitu para BPM ingin bisa langsung bekerjasama dengan BPJS tanpa melalui
jejaring dokter keluarga. Hal ini akibat kurangnya sosialisasi dari BPJS untuk
program penguatan layanan primer yang saat ini sedang dicanangkan oleh
pemerintah.
Kesimpulan: Persepsi Bidan Praktek Mandiri terhadap paket persalinan BPJS
masih buruk. Untuk keberlanjutan menjadi provider di dalam jejaring dokter
keluarga para BPM masih ingin tetap melanjutkan namun dengan harapan agar
mekanisme paket persalinan tidak di buat perpaket dan ada peningkatan tarif
persalinan antara 800 ribu sampai 1.5 juta rupiah.
Kata Kunci: Persepsi, Bidan
Praktek Mandiri, Paket Persalinan, BPJS
Penulis: Siti Solekah
Kode Jurnal: jpkesmasdd170558