BUDAYA PATRIARKI DAN PENDIDIKAN ANAK PEREMPUAN (Studi Pada Budaya Lamaholot di Waipukang Nusa Tenggara Timur)
Abstrak: Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan pendidikan antara anak laki- laki dan
perempuan yang terjadi
di desa Waipukang
Nusa Tenggara Timur
dan mengetahui dampak budaya
Lamaholot terhadap
kesenjangan gender dan pendidikan anak
perempuan.Penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif
kualitatif. Sumber data
diperoleh melalui orang
tua, tokoh masyarakat,
kepala suku, pemerhati pendidikan,
pemerhati perempuan, dan
tokoh agama. Teknik
pengumpulan data yang
digunakan adalah wawancara, observasi,
dan dokumentasi. Teknik analisis
data yang digunakan
adalah reduksi data, display, kesimpulan dan
verifikasi. Teknik pemeriksaan
data dengan trianggulasi
data sumber dan teknik, meningkatkan ketekunan dan perpanjangan
pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pendidikan anak laki-laki
dan perempuan di Waipukang
Nusa Tenggara Timur
dipengaruhi oleh budaya
Lamaholot yang menimbulkan kesenjagan
antara anak laki-laki
dan perempuan antara
lain: (a) anak laki-laki
diprioritaskan karena merupakan anak
suku atau pewaris suku, (b) sedangkan
anak perempuan disubordinasi
karena orangtua merasa
dirugikan jika menyekolahkan anak
perempuan, sebab pasca menikah orangtua tidak mempunyai hak atas
kehidupan anak perempuan.
Budaya Lamaholot berdasarkan
paham patriarki, berdampak pada kesenjangan gender oleh karena beberapa
kesenjangan yang juga mempengaruhi
pendidikan anak perempuan,
diantaranya: (a) kesenjangan kedudukan
antara anak laki-laki dan
perempuan di masyarakat,
(b) kesenjangan pengambilan keputusan,
(c) kesenjangan hak
dan kewajiban antara anak
laki-laki dan perempuan, (d) perbedaan
tugas antara anak
laki-laki dan perempuan, (e)
serta nilai anak dan peran budaya dalam mendidik anak di rumah. Dampak budaya
patriarki terhadap pendidikan
anak perempuan di
Waipukang adalah, kurangnya perhatian
dan prioritas orangtua
akan pendidikan anak perempuan yang
berimplikasi pada keterbelakangan anak
perempuan di Waipukang. Selain
itu ketika tidak
diprioritaskan dalam pendidikan,
anak perempuan melakukan protes
baik secara fisik
maupun non fisik
terhadap orangtua, namun pada akhirnya
anak perempuan menerimanya
sebagai konsekuensi budaya yang harus dijalani.
Penulis: DODHY HYRONIMUS AMA
LONGGY
Kode Jurnal: jppendidikandd151857