GAMBARAN TANTANGAN KERAGAMAN ANTAR BUDAYA DAN STRATEGI PEMECAHANNYA PADA RELAWAN KEMANUSIAAN DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

ABSTRACT: Bencana tsunami yang melanda propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) di akhir tahun 2004 telah mengundang mengalirnya beragam bantuan kemanusiaan baik oleh relawan Indonesia, maupun relawan asing. Situasi pemberian bantuan antara relawan dengan rakyat Aceh merupakan sebuah situasi antar budaya yang multikultural (relawan orang Indonesia-rakyat Aceh) dan internasional (relawan asing-rakyat Aceh). Studi psikologi antar budaya sebelumnya membuktikan bahwa konflik sangat rentan terjadi dalam konteks pertemuan antar budaya dan berdampak pada tekanan psikologis yang mengganggu kesehatan mental individu. Artikel ini berusaha menggali perspektif psikologis dari masalah-masalah antar budaya yang terjadi dalam konteks kerja para relawan Indonesia di propinsi NAD dengan menggunakan kerangka teoretis utama tentang perspektif psikologis dari sebuah pertemuan budaya (Thomas, 1999), masalah-masalah yang mungkin terjadi dalam konteks antar budaya (Smith, dkk, 2004; Panggabean, 2002) serta strategi pemecahan masalah antar budaya dalam konteks internasional (Adler,2002) dan Indonesia (Panggabean, 2004). Dengan fokus tersebut, artikel ini bertujuan menggambarkan salah satu konteks dimana tantangan budaya dalam masyarakat pluralistik seperti Indonesia sangat relevan bagi pencapaian tugas dan kesehatan mental individu, namun seringkali kurang mendapat perhatian maksimal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan wawancara semi-terstruktur kepada sembilan orang relawan Indonesia yang bekerja di propinsi NAD. Data diolah dengan teknik content-analysis. Hasil penelitian menunjukkan: (1) sebagian besar domain masalah antar budaya yang terjadi dalam konteks internasional ternyata juga dialami oleh para subyek, selain adanya domain masalah yang unik dan khas; (2) strategi pemecahan masalah antar budaya pada konteks internasional (Adler, 2002) dapat diaplikasikan pada konteks multikultural serta munculnya sejumlah strategi pemecahan masalah yang khas Indonesia (indigenous); (3) ada empat faktor lain yang membantu mengatasi masalah kultural, yaitu mental readiness, individual factors, work related factors, dan culture related factors; dan (4) umumnya pekerja bantuan kemanusiaan Indonesia tidak melakukan persiapan khusus sebelum berangkat, namun melakukan pembelajaran langsung di lapangan. Hasil penelitian ini membuahkan beberapa saran: (1) penelitian lanjutan yang dapat dilakukan antara lain adalah studi lebih lanjut tentang indikasi pergeseran budaya Aceh akibat intervensi program pekerja bantuan kemanusiaan, jenis pendekatan psikologis yang sesuai dengan karakteristik masyarakat tradisional Indonesia, studi longitudinal untuk melihat hubungan lama pengalaman di lapangan dengan pemilihan dan penggunaan strategi pemecahan masalah kultural, serta penelitian dengan topik serupa pada pekerja bantuan kemanusiaan di Yogyakarta; dan (2) perlunya memasukkan mental readiness dan pengalaman interkultural dalam kriteria seleksi calon pekerja bantuan kemanusiaan; penyusunan panduan sistematis tentang budaya setempat, masalah kultural, dan strategi pemecahan masalah; sharing sebagai bentuk orientasi informal yang bersifat praktis; serta lokakarya seputar penggunaan strategi pemecahan masalah di tengah-tengah masa tugas untuk mengekstraksikan pembelajaran gaya experential learning yang dialami pekerja bantuan kemanusiaan di lapangan.
Kata kunci: Aceh, intercultural conflicts, cultural strategy, helping relations
Penulis: Hana Panggabean, Maesy Angelina
Kode Jurnal: jppsikologisosialdd080016

Artikel Terkait :