PEREBUTAN MODALITAS SOSIAL DAN MODEL INTEGRASI DESA BERLEGITIMASI RELIGIUS PADA MASYARAKAT PANTAI UTARA DI PROVINSI BALI
Abstract: Target utama dari
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memetakan dinamika konflik
yang terjadi dalam masyarakat tradisional kawasan pantai utara Bali, sebagai
potret salah satu masyarakat Bali Kuno berkaitan dengan adanya upaya terprogram
untuk memodernisasi agama demi kepentingan industri kepariwisataan berdasarkan
tingkat dan jenis konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat desa adat,
serta mengembangkan model penanganan konflik berbasis kearifan nilai-nilai
lokal masyarakat desa adat. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
dan pengembangan (Research & Development). Model pengembangan yang
digunakan mengacu pada model pengembangan dari Plomp (1997). Prosedur pengembangan model, meliputi fase-fase: (1)
analisis kebutuhan, (2) pengembangan model, (3) integrasi model, (4) validasi
preliminary model, (5) penerapan model. Pada penelitian ini, analisis data
dilakukan secara deskriptip-kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) masyarakat desa adat Bali Utara
memandang bahwa konflik adat yang terjadi merupakan imbas dari
“ketidaknyamanan” sekelompok orang dalam mengelola diri dan lingkungannya. (2)
konflik adat yang terjadi pada desa adat Bali Utarasebagai dampak dari
pengembangan industri pariwisata dan diperkuat lagi oleh sengketa masalah
konservasi dan kepemilikan tanah adat terpola menjadi dua, yaitu konflik yang
bersifat horizontal dan konflik yang bersifat vertikal. (3) pengembangan
industri pariwisata di desa adat Bali Utara telah membawa dampak yang sangat
tajam pada aspek sosial-ekonomi masyarakat. (4) sistim dan bentuk tata
pemerintahan desa adat diantara desa adat Bali Utaramemiliki persamaan yang
sangat banyak, karena kedua desa tersebut tergolong ke dalam desa adat kuno
yang merupakan desa yang dibangun oleh para pelarian Majapahit gelombang
pertama. (5) faktor dominan yang memicu timbulnya konflik adat di kalangan
masyarakat desa Bali Utara, yaitu: pengembangan desa adat sebagai kawasan
wisata budaya, sistim konservasi dan kepemilikan tanah adat sebagai pendukung
industri pariwisata, “upaya penjualan” simbol-simbol keagamaan dan budaya
masyarakat bagi kepentingan pengembangan industri pariwisata, dan kebijakan
pemerintah desa adat dan pemerintah daerah setempat.
Penulis: I Wayan Artanayasa
Kode Jurnal: jpsosiologidd140353