KONSEP KEADILAN DALAM PANDANGAN PLATO

Ada beberapa konsep keadilan dalam pandangan plato. Plato, menurutnya keadilan hanya dapat ada di dalam hukum dan perundang-undangan yang dibuat oleh para ahli yang khusus memikirkan hal itu.[2] Untuk istilah keadilan ini Plato menggunakan kata yunani”Dikaiosune” yang berarti lebih luas, yaitu mencakup moralitas individual dan sosial.[3] Penjelasan tentang tema keadilan diberi ilustrasi dengan pengalaman saudagar kaya bernama Cephalus. Saudagar ini menekankan bahwa keuntungan besar akan didapat jika kita melakukan tindakan tidak berbohong dan curang. Adil menyangkut relasi manusia dengan yang lain.
Menurut Plato, keadilan dimaknai sebagai seseorang membatasi dirinya pada kerja dan tempat dalam hidupnya disesuaikan dengan panggilan kecakapan “talenta” dan kesanggupan atau kemampuan. Sehingga keadilan diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dapat dikatakan adil adalah seseorang yang mampu mengendalikan diri dan perasaannya yang dikendalikan oleh akal.
Menurut Plato, metode untuk mewujudkan keadilan adalah dengan mengembalikan masyarakat pada struktur aslinya, misalnya jika seseorang sebagai guru baiklah tugasnya hanya mengajar saja, jika seseorang sebagai prajurit baiklah tugasnya hanya menjaga kedaulatan negara, jika seseorang sebagai pedagang baiklah tugasnya hanya dibidang perniagaan saja. Jika seseorang sebagai gubernur atau presiden baiklah tugasnya hanya untuk memimpin negara dengan adil dan bijaksana. Dari ungkapan tersebut, berarti seorang raja harus mempunyai jiwa filsafat, supaya mengetahui apa itu keadilan dan bagaimana keadilan itu harus dicapai oleh negara.
Menurut Plato sebaiknya yang memerintah suatu negara adalah seorang yang arif dan bukannya hukum, karena hukum tidak memahami secara sempurna apa yang paling adil untuk semua orang, dan karenanya tidak dapat melaksanakan yang terbaik.
Metode berikutnya adalah tugas untuk mengembalikan masyarakat pada struktur aslinya adalah tugas Negara untuk menciptakan stabilitas  agar tidak terjadinya penyimpangan struktur masyarakat. Dengan demikian keadialan bukan mengenai hubungan antara individu, melainkan hubungan antara individu dan negaranya. Sehingga lahir juga motto “jangan tanyakan apa yang dapat diberikan Negara kepadamu, namun tanyakan! Apa yang dapat engkau berikan kepada negaramu?” artinya kekaryaan dan karya seseorang harusnya dapat dipersembahkan untuk Negara sesuai dengan karya kelasnya.
Metode Plato yang lainnya adalah dengan memilih pemimpin dari putra terbaik dalam masyarakat tidak dilakukan melalui pemilihan langsung atau “voting” melainkan dengan kesepakatan tertentu sehingga dapat ditentukan pemimpin yang benar-benar manusia super dari masyarakat tersebut  artinya yang memimpin Negara seharusnya manusia super “the king of philosopher” karena keadilan juga dipahami secara metafiisis keberadaannya tidak dapat diamati oleh manusia, akibatnya adalah perwujudan keadilan digeser ke dunia lain di luar pengalaman manusia, dan akal manusia yang esensial bagi keadilan harus tunduk pada cara-cara Tuhan yang keputusanNya berlaku absolute atau tidak bisa diubah dan tidak bias diduga.
Pembagian keadilan menurut Plato:
  1. Keadilan Moral, yaitu suatu perbuatan dapat dikatakan adila secara moral apabila telah mampu memberikan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajibannya.
  2. Keadilan Prosedural, yaitu apabila seseorang telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah diterapkan.

Artikel Terkait :