HUBUNGAN NEGARA-PASAR DAN MASYARAKAT DALAM PERPEKTIF EKONOMI POLITIK: PENGALAMAN PEMBERDAYAAN PETERNAK SAPI MADURA DAN KEMUNGKINAN PENERAPAN UNTUK PEMBERDAYAAN PETANI

Abstract: Masalah pengembangan sapi Madura terkait dengan kondisi alam, sumber daya manusia dan teknologi. Dampaknya penguasaan teknologi dan pengembangan sapi menjadi stagnan. Untuk mengatasinya pemerintah mengintrodusir terknologi baru melalui perkawinan silang dan program inseminasi buatan untuk mempercepat pengadaan ternak. Alhasil, program ini mendapatkan penentangan dari masyarakat karena dianggap akan merusak plasma nutfah sapi lokal. Jadi inovasi yang ideal tidak selamanya selaras dengan persepsi masyarakat dalam perpektif ekonomi politik hubungan antara negara, pasar dan masyarakat terdapat 3 peluang yaitu model konservatif, pluralistik dan liberal. Yang jadi pertanyaan adalah apakah dan mungkinkah pola hubungan tersebut di sektor pertanian akan berdiri secara parsial ataukah justru harus bersinergi diantara ketiganya . Pengalaman pada tataran praktis masyarakat peternakan, model parsial seperti tataran teoritiktidak bisa dilakukan. Kebijakan pemerintah untuk peningkatan produksi ternak lokal dengan melakukan inovasi inseminari dan perkawinan silang tidak direspon masyarakat. Masyarakat ingin mempertahankan plasma nutfah bibit lokal dan sentra penyedia bibit sapi lokal (Madura) spesifik sebagai produk unggulan. Alasannya masyarakat masih terikat pada budaya lokal. Jika inovasi baru ini dipaksakan, bukan hanya merusak kelestarian bibit sapi lokal tapi akan merubah akar budaya masyarakat setempat. Kondisi ini berbeda pada masyarakat peternak yang mendekati pusat bisnis (Surabaya). Pola pikirnya sudah bisnis oriented. Masyarakat setempat berpendapat budaya itu penting tetapi bisnis tetap sebagai kebutuhan. Berdasar pengalaman di atas model pemberdayaan masyarakat dilakukan secara sinergisme dengan memperhatikan berbagai pihak kepentingan. Budaya masyarakat tetap dihargai. Inovasi baru disesuaikan dengan pola masyarakat. Sinergisme inovasi baru yang mendukung budaya terus dikembangkan. Demikian halnya pasar, orientasinya tidak sekedar berbisnis sapi tetapi juga bisnis budaya berbasis sapi. Implikasi temuan ini dapat dilakukan pada pemberdayaan peternak. Potensi kelompok peternak lokal tidaklah dapat dinafikan. Kepentingan mereka harus bisa ditampung karena merekalah yang tahu permasalahan lokal. Pihak pebisnis (inti maupun pabrikan) walaupun menguasai inovasi tidaklah harus menekan petani dependen demi kepentingannya. Adapun posisi pemerintah harus menjaga keseimbangan antara kepentingan petani dan kepentingan pebisnis.
Keywords: Ekonomi Politik, Model, Pemberdayaan
Penulis: sumartono SP
Kode Jurnal: jppeternakandd170248

Artikel Terkait :