PRODUKSI BIOFLOK DAN NILAI NUTRISINYA DALAM SKALA LABORATORIUM

ABSTRAK: Membandingkan teknologi produksi bioflok yang telah ada perlu dilakukan guna mengetahui efektiviitasnya masing-masing dan nilai nutrisi bioflok yang dihasilkan. Dua metode yang dibandingkan yaitu A). bioflok diproduksi menggunakan bak fiber glass kerucut volume 250 L diisi air tambak salinitas 30 ppt sebanyak 200 L yang disterilkan dengan kaporit 200 mg/L, kemudian diberikan aerasi secara kuat. Probiotik yang mengandung bakteri Bacillus subtillis dan B. cereus diberikan sebanyak 5 mg/L sebagai bakteri inokulum pembentuk flok. Mollase (kandungan C = ± 50%) dan pupuk ZA (N = 21%) setiap hari ditambahkan ke air dalam bak kerucut tersebut pada rasio C:N = 20:1. Kapur kaptan/dolomit 1 mg/L ditambahkan untuk stabilitas pH. Setelah terbentuk flok di kolom air, rasio C:N tetap dipertahankan pada 20:1 dengan cara menambahkan molase dan pupuk ZA. Metode produksi bioflok lainnya yaitu B). Untuk menumbuhkan bioflok digunakan bak fiberglas kerucut volume 250 L diisi air tambak dengan salinitas 30 ppt sebanyak 200 L yang disterilkan dengan kaporit 200 mg/L, kemudian diaerasi secara kuat. Setelah aman dari pengaruh kaporit, pakan udang dimasukkan sebanyak 1% (2,0 kg, protein = 38%, N = 6,4%, C-organik = 45%). Selanjutnya ditambahkan probiotik komersial yang mengandung Bacillus subtillis dan B. cereus sebanyak 5 mg/L sebagai inokulum bakteri pembentuk flok. Untuk meningkatkan rasio C:N = 20:1, maka molase (kandungan C = 50%) dan pupuk ZA (N = 21%) setiap hari ditambahkan ke kolom air dalam bak kerucut tersebut. Setelah terbentuk bioflok di kolom air, maka untuk stabilitas bioflok, rasio C:N tetap dipertahankan pada 20:1 dengan menambahkan molase dan pupuk ZA. Hasil penelitian menunjukkan dengan metode A produksi flok tercepat dicapai kurang dari 10 hari setelah proses aerasi. Di metode B, bioflok lambat terbentuk karena pH air media penumbuhan bioflok rendah (pH air < 7). pH air yang rendah disebabkan terlalu banyak sumber C organik (molase dan pakan) yang masuk ke dalam bak, namun setelah dibuang 90% dari total air dalam bak kerucut, selanjutnya diisi air yang steril dan diaerasi, maka dalam jangka waktu lima hari bioflok mulai terbentuk. Kadar protein bioflok cukup tinggi di metode A dan B yaitu 28,49% dan 28,73%, namun kandungan asam amino di metode B nampak lebih baik daripada kandungan asam amino di metode A. Hal ini kemungkinan karena di metode B digunakan pakan udang yang mempunyai kandungan protein tinggi 35%, sedangkan di metode A tidak digunakan pakan udang.
KATA KUNCI: bioflok, sumber C karbohidrat, Bacillus subtillis, nilai nutrisi
Penulis: Gunarto dan Hidayat Suryanto Suwoyo
Kode Jurnal: jpperikanandd110464

Artikel Terkait :