PERDAGANGAN DI NUSANTARA ABAD KE-16
Abstract: Nusantara terletak
pada jalur perdagangan internasional wilayah barat-timur. Para pedagang datang
dari berbagai penjuru singgah dan berkumpul di Nusantara. Nusantara memiliki
wilayah subur dan kaya sumber daya alam. Beberapa komoditas Nusantara menjadi penting
dalam perdagangan internasional. Keuntungan tersebut membawa Nusantara tampil
menjadi wilayah penting dalam perdagangan internasional. Pada abad ke-16,
banyak perubahan terjadi sebagai dampak masuknya Eropa ke dalam jalur
perdagangan Nusantara khusunya setelah Portugis mendudukki Malaka. Masuknya
Eropa ke dalam jaringan perdagangan Nusantara didorong oleh tingginya
permintaan rempah-rempah.
Rumusan masalah yang akan dibahas adalah 1) bagaimana aktivitas
perdagangan di Nusantara pada abad ke-16, 2) apa saja komoditas dagang di
Nusantara pada abad ke-16. Dalam penelitian ini digunakan metode sejarah.
Heuristik menjadi tahap awal untuk mengumpulkan sumber-sumber. Tahap Kritik
untuk menyeleksi sumber yang valid. Tahap interpretasi dilakukan dengan mengaitkan
dan menganalisi sumber. Tahap historiografi melakukan penulisan kembali hasil
interpretasi dalam bentuk skripsi ini.
Berdasarkan hasil analisis sumber menunjukkan bahwa aktivitas perdagangan
di Nusantara abad ke-16 mengalami peningkatan. Tumbuhnya aktivitas ini
dikarenakan Malaka jatuh ke tangan Portugis mendorong pedagang Asia harus
berkunjung ke daerah–daerah di Nusantara. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan
komoditas yang dibutuhkan. Selain itu, jatuhnya Malaka juga membuka
wilayah-wilayah perdagangan di Nusantara, sehingga muncul rute-rute baru. Jalur
rempah-rempah ke Maluku membuka 3 rute dagang, yaitu rute dagang Portugis, rute
dagang umum, dan rute dagang Pribumi. Munculnya jalur rempah-rempah ini
meyebabkan berkembangnya pelabuhan Nusantara sebagai pusat aktivitas
perdagangan laut, khususnya pelabuhan-pelabuhan di pesisir pantai. Pelabuhan
sebagai tempat kapal-kapal dagang berlabuh menjadi tempat berkumpulnya pedagang
yang terlibat aktivitas perdagangan di Nusantara seperti Portugis, Asia, dan
pribumi. Interaksi dagang terus berjalan seiring dengan kebutuhan para pedagang
untuk memenuhi komoditas yang akan diperdagangkan di negeri asalnya. Hal ini
nampak jelas ketika terjadi interaksi dan aktivitas dagang di Samudra Pasai,
Aceh, Pedir, Barus, Tiku, Pariaman, Jambi, Palembang, Banten, Sunda Kelapa,
Demak, Cirebon, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Lawu, Tanjung Pura, Borneo,
Makasar, Bali, Sumbawa, Solor, Bima, Ternate, Bacan, Hitu, Banda, dan Papua.
Rempah-rempah, kapur barus, kayu cendana, dan kemenyan merupakan
komoditas utama Nusantara yang menjadi komoditas internasional. Komoditas lokal
Nusantara adalah beras, emas, kain, budak, garam, kuda, dan lainnya. Komoditas
lokal dan internasional ini memiliki peran masing-masing dalam aktivitas
perdagangan di Nusantara pada abad ke-16. Komoditas Internasional menarik para
pedagang asing dan komoditas lokal menarik para pedagang pribumi, sehingga
aktivitas dan interaksi dagang baik jalur interinsular maupun internasional
menjadi ramai.
Penulis: AISYAH SYAFIERA
Kode Jurnal: jpsejarahdd160139
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGj4FQv1aMKKBVC4_mesGV_ZBAKWTejNaV2HxifdICn1Si6-Cbih_Nn3RHQNCq1oxvhyRv2U9yPX6t4k-PCOSIkqYXB__v7DbFjwnVn73zgsW72l7sqKX5dvQ2XVxnqcLrw2CvPzs63oA/s320/E+JURNAL.gif)