GOOD GOVERNANCE DAN PEMBARUAN HUKUM DI INDONESIA: REFLEKSI DALAM PENELITIAN SOSIO-LEGAL
ABSTRACT: Dalam dekade
terakhir pasca Soeharto, Good Governance (GG) telah sering mendengar seperti
'mantra' GG tampaknya mudah diucapkan banyak bicara, formal, dan tumbuh menjadi
cita-cita politik yang dominan serta konstitusional dan publik wacana
administrasi besar yang telah berakar dalam hukum, kebijakan, dan pendidikan
tinggi. Seperti ayam yang berkokok di pagi hari, is terns berbicara di pagi
hari, lebar kotak bibit 'governance', seperti 'tata kelola kehutanan yang
baik', 'tata kelola keuangan yang baik', 'good university governance', dan
banyak lainnya. GG, dalam konteks itu, tampaknya seperti nutrisi yang tepat
untuk mengatasi kelemahan sistem hukum Indonesia, birokrasi yang korup, dan
kepemimpinan politik predatoric. Dalam hal ini, harus dilihat lebih dekat, apa
yang sebenarnya keunggulan yang dimiliki saat GG adalah berbicara? Jelas, hukum
adalah salah satu alat untuk memastikan pengoperasian mantra dalam
pelaksanaannya, dan didasarkan pada penelitian utama yang dilakukan pada tahun
2005-2006, dengan fokus pada isu Reformasi Hukum dengan menerapkan pendekatan
sosio-legal. Akibatnya, penelitian ini memberikan fakta yang berbeda atau
bahkan bertentangan dengan cita-cita bangunan politik atau diformalkan atau
terwujud hukum dan kebijakan. Sebagai contoh, satu studi menunjukkan bahwa GG
dalam konteks reformasi hukum di Indonesia sebenarnya sangat menakutkan dan
melemahnya jaminan hak asasi manusia. Hukum, khususnya produk legislasi dan
lembaga, serta transmisi mesin yang dominan dalam mengadvokasi pasar bebas
(pasar reformasi hukum ramah gratis). Mungkin, kesimpulan tidak populer di
tengah-tengah pidato ejaan bising GG dan proyekproyeknya. Namun demikian,
Indonesia saat ini menunjukkan kelanjutan dari korupsi besar-besaran, pelanggaran
HAM, impunitas dan semua situasi non-perlindungan dalam sistem hukum Indonesia.
Penulis: Herlambang P.
Wiratraman
Kode Jurnal: jphukumdd131080