PERJUANGAN M. NATSIR DALAM MEREBUT IRIAN BARAT 1950-1951

ABSTRAK: Setelah Proklamasi 1945, Belanda menyisakan satu permasalahan dengan Indonesia tentang status Karesidenan Irian Barat. Sejak pemulihan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949, Irian Barat masih dalam kekuasaan Belanda. Statusnya akan dirundingkan dalam satu tahun sejak pemulihan kedaulatan RIS oleh Belanda. Setelah pemulihan kedaulatan terjadi kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan Belanda untuk membentuk suatu Unie Indonesia-Belanda. Belanda menyerahkan semua daerah bekas jajahannya, kecuali Papua. Dalam pembebasan Irian Barat, tokoh yang gigih memperjuangkan Irian Barat adalah M. Natsir, sebagai Perdana Menteri pertama RI setelah berakhirnya RIS. Kabinet Natsir mendapat tugas, untuk menyelesaikan masalah Irian Barat sebelum 1 Januari 1951. Masa pemerintahan Kabinet ini bertepatan dengan satu tahun penyerahan kedaulatan, dimana perundingan status Irian Barat akan dibuka kembali. Penelitian ini menjawab rumusan masalah, bagaimana kebijakan M. Natsir terkait masalah Irian Barat, dan respon masyarakat terhadap kebijakan M. Natsir. Metode yang digunakan adalah metode penelitian sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik Sumber, interpretasi, dan historiografi. Untuk menyelesaikan masala ini, M. Natsir membentuk panitia khusus, untuk melakukan perundingan dengan Belanda. Usaha ini menemui kegagalan dan menimbulkan mosi tidak percaya dari berbagai pihak terutama Persatuan Pemuda Demokrat Indonesia Cabang Medan, dan Sumbawa, dan menuntut pembubaran Kabinet. M. Natsir yang akhirnya mengundurkan diri pada 20 Maret 1951.
Kata Kunci: Irian Barat, Kebijakan M. Natsir, Mosi Tidak Percaya
Penulis: Nuura Nurida Fasa
Kode Jurnal: jpsejarah&umumdd130206

Artikel Terkait :