MENCAPAI KEBAHAGIAAN BERSAMA DALAM MASYARAKAT MAJEMUK
ABSTRACT: Indonesia adalah
sebuah masyarakat majemuk, terdiri atas suku-suku bangsa. Dalam masyarakat
majemuk, adanya batas-batas sukubangsa yang didasari oleh stereotype dan
prasangka menghasilkan penjenjangan sosial secara primodial yang subjektif.
Konflik-konflik antar etnik dan antar agama yang terjadi, pada dasarnya
berintikan pada permasalahan hubungan antara etnik asli setempat dengan
pendatang. Konflik-konflik itu terjadi karena adanya pengaktifan jati diri
etnik untuk solidaritas memperebutkan sumberdaya yang ada. Dengan adanya
stereotipe dan prasangka serta ideologi keetnikan, masyarakat menjadi lebih
mudah saling cakar daripada berangkulan, lebih mudah saling curiga daripada
saling mempercayai, lebih mudah bertengkar daripada bersahabat, lebih mudah
menerjang daripada memberi jalan dan seterusnya. Berkaitan dengan masalah ini,
ada baiknya kita terus mencoba berbagai macam pengetahuan untuk mewujudkan
perdamaian masyarakat. Salah satu sumber pengetahuan yang bersifat natural,
halus, dan mengajarkan rasa damai, persaudaraan, serta kebahagiaan, adalah
”kawruh jiwa”-nya Ki Ageng Suryomentaram. Konsep pendekatan ukuran keempat
dikenalkan oleh Ki Ageng Suryomentaram sebagai pendekatan yang mampu
mempromosikan kebahagiaan bagi umat dalam hidup berdampingan secara damai dalam
masyarakat majemuk. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa dengan ukuran
keempat (dimensi IV) itu seseorang yang ada pada tahapan tersebut selain
mengerti diri sendiri, mengerti hukum-hukum alam, juga mengerti rasa (raos)
orang atau pihak lain. Ukuran keempat adalah salah satu alat dalam rasa
seseorang yang dapat dipergunakan untuk merasakan rasa orang lain.Bergaul dengan
orang lain, berarti kita berhadapan dengan rasa atau perasaaan orang lain.
Seseorang yang mulai menginjak dewasa semestinya mulai meninggalkan sifat-sifat
egoistik dan memasuki keinginan-keinginan untuk berbuat baik bagi orang lain.
Individu dan masyarakat bukan dua badan terpisah, melainkan satu keutuhan.
Untuk dapat hidup berdampingan secara damai dan bahagia di tengah masyarakat
majemuk, hal yang pertama kali harus diusahakan adalah mendewasakan
individu-individunya terlebih dahulu. Dewasa dalam arti mampu bertumbuh sampai
pada identitas manusia tanpa ciri. Konsep hidup bahagia yang dimaksud Ki Ageng
adalah hidup bahagia bersama. Bukan bahagia sendiri lalu orang lain tidak
bahagia. Seseorang mustahil dapat hidup bahagia tanpa berusaha mendukung kebahagiaan
orang lain. Dengan pendekatan ukuran keempat itu diharapkan tata kehidupan
masyarakat menjadi lebih sehat dan bahagia. Pengembangan ukuran keempat
diharapkan menyebabkan tata pergaulan menjadi lebih halus, penuh kasih sayang,
sehat, dan indah.
Penulis: Nanik Prihartanti
Kode Jurnal: jppsikologisosialdd080019