PEMETAAN POTENSI EKONOMI UMAT DAN PENGEMBANGANNYA : STUDI KASUS STASI DAGAN-PAROKI SANTO MIKAEL INDRAMAYU
ABSTRACT: Beriman dalam
konteks, ini yang menjadi dasar pemikiran dalam karya ini. Iman tidak sekadar
sesuatu yang murung dan terkurung dalam egoisme surga buatan kita sendiri
tetapi iman berarti berani melangkah keluar tidak sekadar melongok dari
jendala. Situasi dunia menjadi keprihatinan Allah sehingga Ia yang Agung rela
datang ke bumi ini.
Pastoral berbasis data merupakan sebuah tuntutan di zaman sekarang ini.
Pelayanan dan kebijakan pastoral akan sungguh dirasakan ketika Gereja
mengetahui, dan memahami situasi konkret umat kini dan disini. Konsili Vatikan
II pun menyerukan bahwa Gereja harus ber-aggiornamento, Gereja harus sungguh
mengerti, memahami serta berpijak pada situasi dunia. Data menjadi basis
penting karena di sana pengalaman kehidupan manusia berada. Paus Leo XIII
(1878-1903) merupakan tokoh penting yang menangkap dengan tangkas situasi
masyarakat di zamannya dimana situasi sosial ekonomi dunia mengalami
keguncangan. “Telah mulailah perkembangan baru di bidang industri, disertai
penerapan teknik-teknik baru; terjadi perubahan-perubahan dalam hubungan antara
majikan dan buruh; sekolompok kecil menjadi kaya raya, sedangkan besarlah orang
yang dililit oleh kemiskinan; kaum buruh meningkat percaya dirinya dan bekerja
sama lebih erat; dan akhirnya akhlak mengalami kemorosotan” (Rerum Novarum,
art. 1). Dalam Ensiklik Populorum Progressio, Paus Paulus VI juga mengatakan
kemajuan (progressio) adalah nama baru bagi perdamaian. Ensiklik ini lahir
karena keprihatinan dan demi menunjang kemajuan bangsa-bangsa sehingga sanggup
melepaskan diri dari jerat kemiskinan. Perdamaian abadi hanya bisa diciptakan
manakala kemiskinan itu di atasi. Muhammad Yunus dan Grameen Bank dari
Bangladesh membuktikan bahwa ada keterkaitan antara kemiskinan dan perdamaian.
Bila kemiskinan di atasi maka perdamaian dengan sendirinya tercipta. Demikian
juga Yesus dalam karya penyelamatannya sungguh mendarat dalam konteks kehidupan
nyata. Peristiwa perbanyakan lima roti dua ikan, merupakan tanggapan Yesus atas
situasi orang-orang yang sedang lapar setelah mengikuti Dia.
Gereja yang hidup berarti Gereja yang sungguh mengerti dinamika umat,
duka dan kecemasan umat termasuk potensi yang mereka miliki. Pengembangan perlu
berangkat dari situasi ini.
Penulis: Andreas Doweng Bolo,
Cosmas Lili Alika, Damianus J. Hali
Kode Jurnal: jpadministrasinegaradd110077