MONITORING PELAKSANAAN KEBIJAKAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN DI DAERAH TERPENCIL, PERBATASAN DAN KEPULAUAN
ABSTRACT: Saat ini,
pembangunan kesehatan terfokus pada upaya pencapaian target MDGs melalui
beberapa program prioritas seperti perluasan jaminan kesehatan; pemerataan akses
terhadap pelayanan kesehatan di Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan
(DTPK); peningkatan upaya promotif-preventif; dan penanggulangan penyakit.
Salah satu langkah strategis yang dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan
itu dilakukan dengan mengeluarkan Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan.
Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi kenaikan anggaran kesehatan di tingkat
pemerintah pusat. Kenaikan tersebut di satu sisi secara proporsi belum mencapai
ukuran 5% dari APBN namun di sisi lain penyerapan anggaran yang sedikit
tersebut ternyata tidak mencapai 100%. Sebagian besar anggaran tersebut lebih
banyak diserap pada kuartal terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa ada problem
seriusdalam pelaksanaan sistem kesehatan yakni inefisiensi. Fenomena ini juga
terjadi dalam implementasi kebijakan BOK. Proporsi dana BOK dalam beberapa
tahun terakhir makin meningkat namun jumlah yang diserap tidak mencapai 100%. Hal
ini tentunya secara kumulatif akan sangat mempengaruhipencapaian kinerja sistem
kesehatan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pelaksanaan
kebijakan BOK di tingkat puskesmas terkait faktorfaktor yang berkontribusi
terhadap inefisiensi pelaksanaan kebijakan BOK sekaligus menilai efektivitas
dari kebijakan BOK dalam pencapaian target SPM bidang kesehatan.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan
strategi penelitian studi kasus. Lokasinya di Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi
Nusa Tenggara Timur dengan waktu penelitian selama ± 3 bulan yakni dari Bulan
Juni sampai Bulan Agustus tahun 2013.
Hasil dan Bahasan: Dana BOK adalah satu-satunya sumber dana yang
membiayai pelaksanaan program promotif dan preventif di tingkat puskesmas.
Alokasi dari dana APBD tidak ada karena dana yang tersedia dalam APBD sangat
terbatas jumlahnya. Dengan adanya dana BOK, maka dana daerah yangterbatas
tersebut dipakai untuk membiayai sektor lain. Penelitian ini menemukan beberapa
faktor yang berkontribusi terhadap inefisiensi penggunaan dana BOK di daerah
DTPK antara lain keterbatasan jumlah dan kualitas sumber daya manusia untuk menjalankan
program-program puskesmas sehingga terjadi rangkap tugas yang berimplikasi pada
tingginya beban kerja (pelayanan dan administrasi); keterlambatan Juknis BOK
dan sosialisasinya dari pemerintah pusat dan kabupaten kepada puskesmas terkait
pemanfaatan dana BOK; lemahnya kapasitas manajemen dinas kesehatan dalam
mengelola manajemen pelaksanaan dana BOK karena adanya variasi pemahaman secara
internal tentang peruntukan dana BOK; kurangnya penggunaan data atau evidence
dalam penyusunan rencana kegiatan; dan keterlambatan pencairan dana yakni
sering menumpuk pada kuartal ke-4 (akhir tahun). Temuan lainnya juga
menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang cukup berarti dalam hal cakupan
pelayanan dan program di tingkat puskesmas jika dibandingkan dengan target SPM
secara nasional.
Kesimpulan: Pelaksanaan kebijakan BOK di Daerah DTPK belum menghasilkan
dampak yang signifikan bagi peningkatankinerja sistem kesehatan di daerah. Di
tingkat pusat, diperlukanadanya evaluasi secara mendalam dan sistematis terkaitmekanisme
pengalokasian dana BOK ke daerah. Di tingkat daerah, diperlukan perbaikan yang
signifikan pada sisi input, proses perencanaan dan mekanisme pengawasan untuk puskesmas
dan dinas kesehatan - yang sifatnya integratif - sehingga implementasi
kebijakan BOK ini nantinya dapat memberi dampak berarti bagi peningkatan
kinerja system kesehatan daerah.
Kata Kunci: Kebijakan, BOK,
Inefisiensi, Kinerja, Puskesmas, Sistem Kesehatan
Penulis: Dominirsep Ovidius
Dodo
Kode Jurnal: jpkedokterandd140634