ACTIVE CASE TREATMENT LEBIH COST EFFECTIVE UNTUK PENGOBATAN TB PARU TAHAP AWAL

ABSTRAK: Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi mikrobakterium tuberkulosis. Bila terinfeksi, diperkirakan akan kehilangan waktu kerja 3-4 bulan dan berkurangnya pendapatan 20-30% pertahun. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB dengan intervensi yang tepat. Pengobatan TB di Kabupaten Jember dilakukan dengan cara Pasive Case Treatment (PCT), yang mengharuskan pasien datang ke puskesmas untuk mengambil OAT pada hari dan jam yang telah ditentukan. Cara ini ternyata kurang efektif yang ditandai dengan meningkatnya default selama 3 tahun yaitu: 2007= 5.08%, 2008= 5.14% dan 2009= 6.18%, yang diikuti dengan menurunnya conversion rate selama 3 tahun, yaitu; 2007= 95.26%, 2008= 93.09% dan 2009= 92.08%. Hal ini akan meningkatkan kasus re-treatment yang berakibat munculnya MDR (Multidrugs resistance) dan juga akan mempengaruhi kualitas hidup penderita TB. Kemudian muncul ide untuk menciptakan cara penggobatan dengan mengantar OAT ke rumah penderita yang dilakukan oleh kader kesehatan, yang diistilahkan dengan Active Case Treatment (ACT).
Metode: Penelitian ini merupakan Quasy Experimental Research dengan rancangan prospektif. Dilakukan di 16 Puskesmas di Kabupaten Jember yang memiliki angka default lebih dari 5% dan conversion rate kurang dari 80% pada tahun 2009. Dilakukan pada awal September sampai akhir Nopember 2010. Sampelnya adalah seluruh pasien TB Paru yang berobat pada bulan september 2010 dengan kriteria; kasus baru, usia 15-50 tahun, tidak HIV dan diabetes, tidak malnutrisi, dan tidak alergi terhadap OAT. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengisian kuesioner dan penelusuran dokumen. Selanjutnya menghitung biaya total (biaya langsung dan biaya tidak langsung) dan tingkat kualitas hidup penderita TB dari kedua cara pengobatan (PCT dan ACT). Kemudian membandingkan antara total cost dengan tingkat kualitas hidup. Angka yang lebih kecil menunjukkan lebih cost effective.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk menaikkan 1 skala Qol dengan cara PCT dibutuhkan dana sebesar Rp. 35,295.00. Sedangkan untuk menaikkan 1 skala Qol dengan cara ACT membutuhkan dana sebesar Rp. 14,377.00. Cara ACT membutuhkan dana lebih kecil dibanding PCT.
Kesimpulan: Dari hasil tersebut diatas maka dapat diambil kesimpulan akhir bahwa pengobatan TB paru cara ACT lebih cost effective dibanding dengan pengobatan TB paru cara PCT. Dengan demikian, rekomendasi yang diusulkan adalah memberlakukan pengobatan TB Paru dengan cara ACT di Kabupaten Jember terutama pada wilayah puskesmas yang memiliki karateristik yang sama dengan penelitian ini.
Kata Kunci: CEA, TBC, Kualitas Hidup
Penulis: Ni Ketut Ardani, Thinni Nurul Rochmah, Chatarina Umbul Wahyuni
Kode Jurnal: jpkedokterandd120273

Artikel Terkait :