PENGARUH PERBEDAAN SUHU AIR PADA PERKEMBANGAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea
Abstract: Suhu air merupakan
salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh pada perkembangan larva kepiting
bakau. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan suhu air
terhadap perkembangan larva kepiting bakau S. olivacea. Penelitian dilakukan di
hatcheri kepiting bakau di Instalasi Tambak Penelitian Marana, Balai Penelitian
dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros. Larva kepiting bakau yang baru menetas
dipelihara di bak fiberglass volume 300 L, yang diisi air salinitas 30 ppt
sebanyak 250 L. Padat tebar larva 100 ind./L. Pakan berupa rotifer diberikan
pada saat stadia zoea 1-2, sedangkan setelah masuk stadia zoea-3 selain
rotifer, mulai ditambahkan Artemia dan pakan buatan. Dua kisaran perlakuan suhu
air yaitu A) suhu air pada kisaran 30°C-31,5°C dan B) suhu air pada kisaran
28°C-29,5°C, masing-masing perlakuan dengan dua ulangan. Untuk mempertahankan
suhu air di bak pemeliharaan larva pada kisaran tersebut, maka ditambahkan
heater yang dapat disetel ketinggian suhunya. Pengamatan dilakukan terhadap
sintasan zoea setiap lima hari sekali dengan cara mengambil air menggunakan
mangkok volume 200 mL sebanyak tiga kali ditempat berbeda di setiap bak, kemudian
dihitung kepadatan larva/200 mL, selanjutnya hasilnya dikonversi ke rata-rata
kepadatan larva/L. Suhu air di monitor setiap hari jam 7.00 pagi dan siang hari
jam 15.00. Pada hari ke-16 dilihat kecepatan populasi larva mencapai zoea-5
dari masing-masing perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan larva
hingga hari ke-18 di perlakuan B lebih tinggi (63,3±27,3%) daripada perlakuan A
(33,3±6,8%), namun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
(P>0,05) di antara kedua perlakuan tersebut. Berdasarkan perkembangan larva
ternyata larva di perlakuan A lebih cepat berkembang karena pada hari ke-16
komposisi larva terdiri atas 86,67% (zoea-5, lebar karapas 78126 µm) dan 13,33%
(zoea-4, lebar karapas 87-88 µm). Sedangkan pada hari yang sama di perlakuan B,
komposisi larva terdiri atas 93,33% (zoea-4, lebar karapas 77-101 µm) dan 6,66%
(zoea-3, lebar karapas 6381 µm). Pada hari ke-20 larva di perlakuan A telah
mencapai stadia megalopa. Dengan demikian nampak bahwa pada suhu yang lebih tinggi
(30°C-31,5°C) perkembangan larva lebih cepat daripada larva dipelihara pada
suhu yang lebih rendah (28°C-29,5°C). Sintasan larva lebih rendah pada suhu
yang tinggi dibanding pada suhu yang
rendah, namun menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05).
Keywords: suhu air;
perkembangan larva kepiting bakau; sintasan larva
Penulis: Gunarto, Aan Fibro
Widodo
Kode Jurnal: jpperikanandd120546