PENGEMBANGAN TANAMAN TALAS BENTUL KOMODITAS UNGGULAN PADA LAHAN RAKYAT DI KECAMATAN PEGANTENAN KABUPATEN PAMEKASAN
Abstrak: Kebutuhan karbohidrat
dari tahun ke tahun terus meningkat, penyediaan karbihidrat dan karbohidarat
serelia saja tidak mencukupi, sehingga peranan tanaman penghasil karbohidratat
yang memiliki peranan cukup strategis tidak hanya sebagai sumber bahan
pangan.Oleh karena itu tanaman bentul menjadi sangat penting artinya didalam
kaitan terhadap penyediaan bahan panga dari umbi-umbian khususnya bentul
semakin penting. Tanaman bentul merupakan tanaman karbohidrat non beras,
diversifikasi/ penganekaaragaman konsumsi pangan local/budaya local, substitusi
gandum/terigu, pengembangan industry pengolahan hsil dan industry I serta
komoditi strtegis sebagai pemasok devisa melaui ekspor.. Hasil analisa tanah
yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Pamekasan dan Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur Tahun 2011 berdasarkan data usahatani
ubijalar tahun 2010, Vareitas unggul didefinisikan sebagai varietas yang dapat
berproduksi di atas rata-rata pada lingkungan spesifik.Benih bermutu sering
dikaitkan dengan istilah benih bersertifikat atau benih bermutu. Sertifikat
tersebut sebagai jaminan bahwa benih diperoleh dari proses yang standar,
memiliki kemampuan tumbuh dengan tingkat keseragaman tinggi, dan terbebas dari
penyakit tular benih (seed born diseases).
Pemilihan varietas atau klon yang sesuai dengan karakteristik agroekologi
lahan akan mengurangi biaya input seperti penggunaan kultivar ganjah, toleran
penyakit tertentu. Perakitan vareitas atau klon yang memiliki kemampuan
berproduksi tinggi pada lingkungan spesifik seperti tahan terhadap intensitas
cahaya yang rendah, tahan kekeringan, tahan terhadap genangan air.
Hasil survey tentang bibit yang dipakai dalam budidaya tanaman talas di
Kecamatan Pegantenan menunjukkan mereka mengatakan 100% bibit yang dipakai
menggunakan bibit turun temurun dari nenek moyang mereka. Bibit mereka
menghasilkan produksi sedang yaitu 2 sampai 7 Kg per bibit. Akan tetapi bibit
yang mereka tanam mempunyai kelemahan antara lain tidak tahan terhadap
penyakit, tidak tahan terhadap kekeringan dan tidak tahan terhadap genangan
air.
Periode kritis terhadap air didefinisikan sebagai periode tanaman
membutuhan air dalam jumlah yang cukup. Periode ini berbeda antara tanaman,
akan tetapi umumnya hal tersebut terjadi pada masa awal pertumbuhan, fase
perkembangan bunga dan fase pengisian umbi. Gangguan pada fase krisis air
tersebut akan berpengaruh nyata pada produktivitas tanaman. Mempertimbangkan
hal tersebut, terutama pada daerah yang ketersediaan air tidak mencukupi perlu
dilakukan upaya konservasi air seperti pemberian mulsa untuk mengurangi
evaporasi tanah disertai dengan upaya pemanenan air seperti embung dan daerah
resapan.Berdasarkan hasil survey di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Pegantenan,
Kecamatan Palengaan dan Kecamatan Proppo menunjukkan 100% mereka terkendala
dalam menyediaan air untuk budidaya tanaman talas, di daerah penelitian
termasuk lahan kering yang hanya mengandalkan tadah hujan. Masyarakat di daerah
penelitian untuk manajemen pemberian air bagi tanaman talas mereka melakukan
pengaturan tanam agar tanaman talas mereka dapat tumbuh dan menghasilkan yang
maksimal, penanaman tanaman talas dilakukan pada akhir musim kemarau, disamping
itu masyarakat melakukan efesiensi atau mengurangi proses evaporasi tanah
dengan cara pemberian seresah daun di sekitar tanaman talas pada waktu fase
awal pertumbuhan. Pada fase generative masyarakat tidak perlu lagi dalam
penyediaan air bagi tanaman talas karena pada fase generative bertepatan pada
musim hujan. Ketersediaan air bagi tanaman talas akan mempengaruhi kelangsungan
budidaya talas secara berkelanjutan.
Pemberian pupuk baik unsur hara makro maupun mikro didasarkan pada
pertimbangan bahwa high yielding variety umumnya sangatresponsive terhadap
pemupukan. Selain itu, pemanenan yang berulang-ulang akan menguras unsur-unsur
hara yang berada dalam tanah terbawa oleh hasil panen.
Manajemen pemupukan yang dilakukan masyarakat di daerah penelitian
menunjukkan 99% menggunakan pupuk N (Urea) dan Pupuk kandang, dan sebesar 1%
menggunakan pupuk N (Urea), TSP dan Pupuk kandang. Masyarakat daerah penelitian
pupuk kandang di aplikasikan pada awal penanaman sedangkan pupuk N (Urea) dan
TSP diaplikasikan pada waktu tanaman talas berumur tiga bulan.Pemberian pupuk
pada tanaman talas masyarakat memberikan dua kali, berdasarkan survey
masyarakat yang memberikan dua kali sebesar 98% dan 2%nya memberikan sebanyak
tiga kali.Sedangkan jumlah pupuk yang diberikan tidak konsisten, jumlah pupuk
yang diberikan berdasarkan sisa pupuk yang dipakai pada tanaman tembakau atau
tanaman padi.Untuk pupuk kandang jumlah yang diberikan berdasarkan ketersediaan
pupuk yang dipunya oleh masyarakat Organisme pengganggu tanaman dapat berupa hama,
penyakit, dan gulma. Kehadiran hama, penyakit dan gulma dapat menurunkan
produktifitas tanaman, oleh karenanya perlu langkah pengendalian.Seiring dengan
adanya isu kelestarian linkungan, pengendalian OPT (Pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman) perlu diusahakan dilakukan di bawah ambang ekonomi dan
bukan bersifat pemusnahan karena hama, penyakit dan gulma merupakan unsur
penyeimbang ekologis.
Nilai R/C Ratio usahatani talas /usahatani/musim sebesar 2,28. Ini
berarti setiap Rp 1,00 modal yang diinvestasikan untuk usatani talas akan
memberikan penerimaan sebesar 2,28 sehingga dapat dijelaskan bahwa usahatani
talas layak diusahakan. Menurut Dari hasil penelitian diperoleh R/C > 1,
Soekartawi (1995) apabila R/C ratio > 1 maka usahatani tersebut layak diusahakan
atau dengan kata lain usahatani talas menguntungkan bagi petani di
Kec.Pegantenan Oleh karena itu keputusan yang diambil oleh petani tepat dan
usahatani talas tetap diusahakan.
Penulis: Zainol Arifin
Kode Jurnal: jppertaniandd150897