Staphylococcus aureus sebagai Penyebab Tersering Infeksi Sekunder pada Semua Erosi Kulit Dermatosis Vesikobulosa

ABSTRAK: Latar belakang: Beberapa dermatosis vesikobulosa cenderung memudahkan terjadinya infeksi sekunder karena erosi luas yang ditimbulkan terlebih lagi dengan sering tidak ditempatkannya penderita di ruang isolasi yang memadai. Belum adanya standar terapi antibiotika yang digunakan untuk dermatosis vesikobulosa. Tujuan: Mengetahui kuman penyebab infeksi sekunder dan kepekaan antibiotika terhadap kuman penyebab infeksi sekunder erosi beberapa dermatosis vesikobulosa untuk memilih antibiotika yang tepat. Metode: Penelitian deskriptif diambil secara langsung dengan sampel dari erosi beberapa dermatosis vesikobulosa untuk kemudian dilakukan kultur aerob dan anaerob serta dilakukan tes sensitivitas. Hasil: Organisme terbanyak yang dapat diisolasi dari semua kasus adalah Staphylococcusaureus (42,1%) dan Peptostreptococcus sp. (80%). Diikuti Staphylococcus koagulase negatif (36,8%),Enterobacter aerogenes (10,5%), Streptococcusviridans (5,3%) dan Escherechia coli (5,3%).  Terlihat Staphylococcus aureus yang terisolasi lebih suseptibel terhadap amoksisilin/asam klavulanat, vankomisin, sefalotin, sefazolin, nitrofurantoin, gentamisin, sefotaksim dan eritromisin dan lebih resisten terhadap penisilin, ampisilin, tetrasiklin dan amiksisilin. Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan Staphylococcus aureus sebagai penyebab tersering infeksi sekunder pada semua erosi kulit dermatosis vesikobulosa. Penggunaan gentamisin dan sefotaksim pada penderita dermatosis vesikobulosa di IRNA Kulit dan Kelamin masih suseptibel.
Kata kunci: dermatosis vesikobulosa, Staphylococcus aureus, infeksi sekunder, tes sensitivitas

Penulis: Dewi Rosalina, Sunarko Martodihardjo, Muhammad Yulianto Listiawan
Kode Jurnal: jpkedokterandd100215

Artikel Terkait :