PENGERTIAN MONOTEISME

Ada beberapa pengertian monoteisme menurut para ahli. Manusia percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta beserta isinya. Oleh karena itu, manusia wajib melestarikan alam semesta agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, atau menjaga keseimbangan alam semesta agar dapat menjadi tumpuan hidup manusia.
Monoteisme (berasal dari kata Yunani monon yang berarti tunggal dan Theos yang berarti Tuhan) adalah kepercayaan bahwa Tuhan adalah satu/tunggal dan berkuasa penuh atas segala sesuatu. Terdapat berbagai bentuk kepercayaan monoteis, termasuk: Teisme, istilah yang mengacu kepada keyakinan akan tuhan yang ‘pribadi’, artinya satu tuhan dengan kepribadian yang khas, dan bukan sekadar suatu kekuatan ilahi saja. Intinya, monotheisme adalah faham yang meyakini Tuhan itu tunggal dan personal, yang sangat ketat menjaga jarak dengan ciptaanNya.
Monoteisme diduga berasal dari ibadah kepada tuhan yang tunggal di dalam suatu panteon dan penghapusan tuhan-tuhan yang lain, seperti dalam kasus penyembahan Aten dalam pemerintahan firaun Mesir Akhenaten, di bawah pengaruh istrinya yang berasal dari Timur, Nefertiti. Ikonoklasme pada masa pemerintahan firaun ini dianggap sebagai asal-usul utama penghancuran berhala-berhala dalam tradisi Abrahamik, yang didasarkan pada keyakinan bahwa tidak ada Tuhan lain di luar tuhan yang mereka akui. Dengan demikian, sebetulnya di sini tergantung pengakuan dualistik dan diam-diam tentang keberadaan tuhan-tuhan yang lain, namun hanya sebagai lawan yang harus dihancurkan karena mereka mengalihkan perhatian dari tuhan utama mereka.
Monoteisme sebagaimana yang diwarisi oleh bangsa Israel dalam pengalaman Exodus di bawah pimpinan Musa, dianggap, oleh mereka yang berpendapat bahwa bangsa Israel ini adalah orang-orang Hiksos, sebagai pewaris kebijakan-kebijakan keagamaan Akhenaten, karena sebelumnya orang-orang Yahudi ini adalah politeis seperti halnya orang-orang Mesir. Masalah-masalah lain seperti Hak ilahi Raja juga muncul dari hukum-hukum firaun tentang penguasa sebagai demigod atau wakil-wakil dari Pencipta di muka bumi. Kuburan-kuburan yang besar di piramida Mesir yang mengikuti observasi astronomis, menggambarkan hubungan antara firaun dengan langit atau sorga dan karena itu kemudian diambil oleh para penguasa Krisen yang mengklaim bahwa mereka diberikan kekuasaan langsung oleh Allah.
Terdapat berbagai bentuk kepercayaan monoteis, termasuk:
  1. Teisme, istilah yang mengacu kepada keyakinan akan tuhan yang 'pribadi', artinya satu tuhan dengan kepribadian yang khas, dan bukan sekadar suatu kekuatan ilahi saja.
  2. Deisme adalah bentuk monoteisme yang meyakini bahwa tuhan itu ada. Namun demikian, seorang deis menolak gagasan bahwa tuhan ini ikut campur di dalam dunia. Jadi, deisme menolak wahyu yang khusus. Sifat tuhan ini hanya dapat dikenal melalui nalar dan pengamatan terhadap alam. Karena itu, seorang deis menolak hal-hal yang ajaib dan klaim bahwa suatu agama atau kitab suci memiliki pengenalan akan tuhan.
  3. Teisme monistik adalah suatu bentuk monoteisme yang ada dalam Hindu. Teisme seperti ini berbeda dengan agama-agama Semit karena ia mencakup panenteisme, monisme, dan pada saat yang sama juga mencakup konsep tentang Tuhan yang pribadi sebagai Yang Tertinggi, Mahakuasa, dan universal. Tipe-tipe monoteisme yang lainnya adalah monisme bersyarat, aliran Ramanuja atau Vishishtadvaita, yang mengakui bahwa alam adalah bagian dari Tuhan, atau Narayana, suatu bentuk panenteisme, namun di dalam Yang Mahatinggi ini ada pluralitas jiwa dan Dvaita, yang berbeda dalam arti bahwa ia bersifat dualistik, karena tuhan itu terpisah dan tidak bersifat panenteistik.
  4. Panteisme berpendapat bahwa alam sendiri itulah Tuhan. Pemikiran ini menyangkal kehadiran Yang Mahatinggi yang transenden dan yang bukan merupakan bagian dari alam. Tergantung akan pemahamannya, pandangan ini dapat dibandingkan sepadan dengan ateisme, deisme atau teisme.
  5. Panenteisme adalah suatu bentuk teisme yang berkeyakinan bahwa alam adalah bagian dari tuhan, tapi tuhan tidaklah identik dengan alam. Pandangan ini diikuti oleh teologi proses dan juga Hindu. Menurut Hindu, alam adalah bagian dari Tuhan, tetapi Tuhan tidak sama dengan alam melainkan mentransendensikannya. Akan tetapi, berbeda dengan teologi proses, Tuhan dalam Hinduisme itu Mahakuasa. Panenteisme dipahami sebagai "Tuhan ada di dalam alam sebagaimana jiwa berada di dalam tubuh". Dengan penjelasan yang sama, panenteisme juga disebut teisme monistik di dalam Hinduisme. Namun karena teologi proses juga tercakup di dalam definisi yang luas dari panenteisme dan tidak menerima kehadiran Yang Mahatinggi dan Yang Mahakuasa, pandangan Hindu dapat disebut sebagai teisme yang monistik.
  6. Monoteisme substansi, ditemukan misalnya dalam sejumlah agama pribumi Afrika, yang berpendapat bahwa tuhan yang banyak itu adalah perwujudan dari substansi yang satu yang ada di belakangnya, dan bahwa substansi yang ada di belakangnya itulah Allah. Pandangan ini banyak miripnya dengan pandangan Tritunggal Kristen tentang tiga pribadi yang mempunyai hakikat yang sama.
Monoteisme dikenal di masa yang sangat awal. The Egyptian Book of the Dead menunjukkan bahwa bangsa Mesir mulanya meyakini satu Tuhan agung dan bukan banyak tuhan. Seiring berjalannya waktu, masing-masing atribut Tuhan sejati itu dipersonifikasikan sebagai dewa baru dan tersendiri – dan begitulah politeisme berkembang.
Pandangan tersebut didokumentasikan dengan baik oleh Egyptolog ternama, Sir Wallis Budge, dalam buku paling terkenalnya, The Book of the Dead. Berikut adalah pernyataan-pernyataan dari The Book of the Dead mengenai atribut-atribut Tuhan sejati, dipilih dari The Papyrus of Ani: “Himne untuk Amen-Ra…kepala semua dewa…Raja langit…Raja Kebenaran…pencipta manusia; pencipta makhluk…Ra, yang perkataan-Nya adalah kebenaran, Pengatur dunia, Tuhan keberanian yang kuasa, ketua yang menjadikan dunia sebagaimana Dia menjadikan diri-Nya sendiri. Wujud-Nya lebih banyak daripada wujud dewa manapun… Segala puji bagi-Mu, wahai Pencipta Dewa-dewa, yang telah membentangkan langit dan mendirikan bumi!… Raja kekekalan, pencipta keabadian…pencipta cahaya…
Dia mendengar doa orang yang tertindas, Dia baik kepadanya yang telah memohon pada-Nya, Dia membebaskan orang yang ketakutan itu dari penindas… Dia adalah Raja pengetahuan, dan Kebijaksanaan adalah ucapan mulut-Nya. Dia menjadikan tanaman hijau [sehingga] ternak hidup, dan [menjadikan] bahan pokok kehidupan [sehingga] manusia hidup. Dia menjadikan ikan hidup di sungai-sungai, dan [menjadikan] burung di langit. Dia memberi kehidupan kepada mereka yang berada dalam telur… Segala penghormatan bagi-Mu, wahai Engkau pencipta semua ini, Engkau SATU-SATUNYA. Dalam kekuasaan-Nya, Dia mengambil banyak wujud.”
Wallis Budge menyatakan: “Setelah membaca sari di atas, mustahil kita tidak menyimpulkan bahwa ide bangsa Mesir kuno mengenai Tuhan adalah ide mengenai karakter yang amat mulia, dan jelas bahwa mereka membedakan secara tajam antara Tuhan dan “dewa-dewa”… Jadi di sini kita punya Satu Tuhan yang self-created (terwujud dengan sendirinya), self-existent (eksis dengan sendirinya), dan Maha Kuasa, yang menciptakan alam semesta.”

Artikel Terkait :