Analisis Kondisi Digital Poverty di Indonesia

ABSTRAK: Kebijakan pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) harus memperhatikan tidak hanya pengembangan pasar (pro-growth policy), tetapi juga kebijakan yang pro-poor. Barrantes (2007) telah mendefinisikan keterbatasan akses dan penggunaan ICT  sebagai digital poverty yang meliputi tidak hanya dimensi ekonomi, tetapi juga kemampuan literasi TIK. Empat kategori kemiskinan digital seperti leveling yaitu extremely digitally poor, digitally poor, connected dan digitally “wealthy”. Penelitian ini fokus pada masalah yang terjadi di Indonesia dengan memetakan dan menganalisis kondisi digital poverty. Hasil penelitian akan berguna untuk mempertajam  kebijakan pro-poor di sektor ICT seperti salah satunya adalah kebijakan layanan telekomunikasi universal. Dengan menggunakan data yang dikumpulkan dari Survei Indikator ICT untuk Rumah Tangga dan Individu yang dilakukan dalam 3 tahun terakhir yaitu 2014, 2015 dan 2016, dan juga dilengkapi dengan data Potensi Desa (Podes) tahun 2014, maka penelitian ini menemukan bahwa terjadi peningkatan baik dari digitally “wealthy” dan extremely digitally poor. Pembangunan TIK telah mendorong pemanfaatan internet untuk aktivitas e-commerce dan interaksi layanan e-government dan e-business, namun disisi lain terdapat potensi digital exclusion untuk individu yang dalam kondisi kemiskinan digital yang ekstrim. Penelitian ini juga menemukan bahwa selain faktor ekonomi, faktor kondisi SDM rumah tangga dan kondisi supply ICT dan listrik juga ikut berpengaruh terhadap kemiskinan digital. Bahkan dari ketiga faktor tersebut, kondisi SDM adalah faktor yang paling berpengaruh.
 Keywords: Digital Poverty; Kebijakan; Pro-Poor
Penulis: Anton Susanto
Kode Jurnal: jptinformatikadd160984

Artikel Terkait :