PERAN KULTUR MADRASAH DALAM PEMBENTUKAN KONSEP DIRI RELIGIUS SISWA
ABSTRAK: Penelitian ini
bertujuan untuk: (1) Mengetahui bagaimana kondisi sosiokultural-edukatif
Madrasah Aliyah, di kota Kecamatan, kota Kabupaten, dan diKotamadya Yogyakarta.
(2) Mengetahui bagaimana pembentukan konsep diri religius siswa pada proses
pendidikan di Madrasah Aliyah di kota Kecamatan, kota Kabupaten, maupun di
Kotamadya Yogyakarta. (3) Mengetahui bagaimana peran kultur Madrasah, dalam
pembentukan konsep diri religius siswa Madrasah Aliyah di kota Kecamatan, kota
Kabupaten, dan di Kotamadya Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)
Potret kultur madrasah “material culture” dari ketiga MAN dalam kondisi
terprogram, tertata, rapi, bersih dan sebagian sudah “rindang/hijau”, karena
adanya figur penggerak secara konsisten diperankan oleh Kepala Madrasah atau
Kepala Tata Usaha. Potret kultur madrasah “aktivitas kultur” keagamaan dari
ketiga MAN itu hampir sama yakni tadarus pagi, shalat dhuhur berjama’ah, shalat
Jum’at, bimbingan baca Al-Qur’an. Ada dua madrasah yang menambah suplemen
kegiatan, yakni dengan Kultum Dhuhur yang melibatkan pejabat instansi kecamatan
setempat, dan satu madrasah menambah dengan kegiatan pengembangan diri “Calon
Mubaligh” dan “Pesantren Sabtu Ahad” (PETUAH). Yang membedakan dari ketiga
madrasah dalam bidang ini adalah intensitas dan istiqomahnya dalam mengawal
program. (2) Dalampembentukan kosep diri religiusitas siswa dari ketiga MAN
ini, tidak hanya mengandalkan pembelajaran PAI di kelas, tetapi mereka juga
membangun aktivitas di luar kelas, walau “semangat” dari para pengelolanya
“sama” yakni mengupayakan agar para siswa memiliki religiusitas tinggi, tetapi
MAN Kotamadya memiliki semangat yang lebih tinggi. (3) Dalam hal peran kultur madrasah
dalam pembinaan religiusitas siswa, adanya ide seorang Kepala Madrasah atau
figur lain, sangat berperan, dan adanya faktor “pembiasaan” serta kegiatan yang
“istigomah”. Lingkungan MAN Kotamadya guru lebih progesif, kritis dan reaktif.
Hal positif dari ciri tersebut bisa mengontrol “visi” . Dalamlingkungan yang
semakin ke bawah (di kota Kabupaten dan kota Kecamatan), karakter dan kontrol
tersebut terlihat semakin melemah. Disamping itu, bahwa “Etos Kerja” MAN
Kotamadya juga lebih terbangun dibanding dua MAN yang lain.
Penulis: Subiyantoro
Kode Jurnal: jppaudsddd151580