Praktik Peracikan Puyer untuk Anak Penderita Tuberkulosis di Indonesia
Abstract: Masih banyak
ditemukan resep obat antituberkulosis anak dengan kombinasi beberapa obat dalam
racikan puyer yang tidak sesuai standar program pemberantasan tuberkulosis (TB)
paru Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Studi ini bertujuan untuk
mengetahui situasi dan permasalahan berhubungan praktik peresepan puyer sebagai
obat anti tuberkulosis (OAT). Pada periode Mei hingga Desember tahun 2009,
penelitian diawali dengan pengukuran persentase peracikan OAT dalam bentuk
puyer, dilanjutkan dengan penelitian kualitatif eksploratif. Data dikumpulkan
dari rumah sakit, puskesmas, apotek dan dinas kesehatan di Jakarta, Bandung,
Medan, dan Makassar. Pada tiap fasilitas kesehatan, 30 sampel resep pengobatan
diambil untuk pasien tuberkulosis anak usia 1 - 12 tahun. Kemudian dilakukan
wawancara mendalam terhadap dokter anak, apoteker, keluarga pasien, dan pegawai
dinas kesehatan yang terkait. Penelitian menemukan persentase peracikan OAT
adalah 25% untuk campuran rifampicin dan isoniazid, dan 18% untuk campuran
rifampicin, isoniazid, dan pyrazinamid. Semua informan menyadari bahwa praktik
peracikan puyer tergolong pengobatan yang irasional, tetapi situasi yang mereka
hadapi membuat mereka terus meresepkan dan membuat peracikan puyer.
Ketersediaan fixed dose combination (FDC) yang rendah untuk OAT serta harga
yang mahal menjadi alasan utama. Pemerintah dan organisasi profesi perlu
meningkatkan pembinaan secara terus menerus kepada tenaga kesehatan berhubungan
serta meningkatkan akses masyarakat terhadap FDC untuk tuberkulosis anak.
Keywords: fixed dose
combination; obat antituberkulosis anak; puyer; fixed doses combination;
tuberculosis medicines; compounded medicines
Penulis: Selma Siahaan, Ully
Adhie Mulyani
Kode Jurnal: jpkesmasdd130574