HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA TERHADAP ANAK AKIBAT ADANYA PERCERAIAN (SUATU KASUS DI PN DENPASAR)
ABSTRAK: Pada hakikatnya,
perkawinan bersifat kekal artinya berlangsung terus menerus, seumur hidup dan
tidak boleh diputuskan begitu saja atau dibubarkan menurut kehendak pihak-pihak.
Perkawinan kekal tidak mengenal jangka waktu dan tidak mengenal batas waktu.
Meskipun UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan bersifat mempersulit perceraian,
tetapi kenyataannya pada
masyarakat bahwa perceraian
sangat marak dan cenderung
meningkat dalam setiap
tahunnya. Dampak sosial
dan kemanusiaan yang ditimbulkan oleh
suatu perceraian sangat
besar, khususnya bagi
anak-anak dan kaum perempuan yang
mengalaminya serta bagi
kehidupan berbangsa dan
bernegara umumnya. Putusnya perkawinan
atau perceraian akan
mengakibatkan tidak hanya perubahan hak
dan kewajiban terhadap
suami istri, tetapi
juga hak dan
kewajiban terhadap anak. Hak
dan kewajiban orang
tua terhadap anak
akibat perceraian adalahlebih
mengutamakan kepentingan si
anak yaitu diantaranya
anak berhak atas pemeliharaan, pendidikan,
dan biaya-biaya kehidupan
secara keseluruhan dari
orang tuanya. Tentang hak
asuh anak secara
bersama akibat dari
perceraian, UU RI
No. 1 Tahun 1974 atau Peraturan
Perundang-Undangan tidak mengatur secara jelas,
hak asuh bersama itu hanya
berdasarkan kesepakatan
antara penggugat dengan tergugat, baik itu diungkapkan secara
lisan maupun dibuat
secara tertulis. Demi
untuk menghindari konflk di
kemudian hari sebaiknya kesepakatan itu dibuatkan akte otentik.
Penulis: I Made Wiyasa, I
Ketut Artadi, I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati
Kode Jurnal: jphukumdd140243